Mengupas Kebijakan Energi Malaysia: Strategi dan Pelajaran untuk Masa Depan Energi Indonesia

Oleh: Raymond Ratu
Malaysia telah menempatkan transisi energi sebagai prioritas strategis nasional, dengan fokus pada pengembangan energi terbarukan, efisiensi energi, dan pengurangan emisi karbon. Sebagai negara yang berada di kawasan ASEAN, Malaysia menghadapi tantangan yang khas, termasuk ketergantungan pada energi fosil dan kebutuhan untuk meningkatkan akses listrik di wilayah terpencil seperti Sabah dan Sarawak. Artikel ini mengeksplorasi kebijakan energi Malaysia, pencapaian, tantangan, serta relevansi dan pembelajaran yang dapat diambil oleh Indonesia dalam upaya mempercepat transisi energi berkelanjutan.
Visi Kebijakan Energi Malaysia
Visi utama kebijakan energi Malaysia adalah mencapai sistem energi yang berkelanjutan, aman, dan terjangkau. Target nasional yang ambisius termasuk pencapaian 23% energi terbarukan dalam Total Primary Energy Supply (TPES) pada tahun 2025. Untuk mendukung tujuan ini, Malaysia memprioritaskan dekarbonisasi melalui pemanfaatan energi terbarukan seperti tenaga surya, biomassa, dan hidro.
Selain itu, Malaysia juga memandang dirinya sebagai pemain kunci dalam transisi energi kawasan ASEAN. Komitmen ini tercermin dalam kebijakan nasional yang selaras dengan Perjanjian Paris. Upaya ini bertujuan mengurangi emisi karbon global serta mendorong kerja sama regional dalam mengembangkan infrastruktur energi bersih.
Studi Kasus: Program Solar Home System (SHS) dan Feed-in Tariff (FiT)
Program Solar Home System (SHS)
Program ini bertujuan menyediakan akses listrik bagi komunitas terpencil, terutama di Sabah dan Sarawak. SHS memungkinkan rumah tangga di wilayah ini untuk menggunakan panel surya sebagai sumber energi utama. Hingga tahun 2022, program ini berhasil menjangkau ribuan rumah tangga di wilayah pedalaman. Dengan akses energi yang lebih baik, program ini meningkatkan kualitas hidup melalui pendidikan dan kesehatan, seperti anak-anak yang dapat belajar di malam hari dan fasilitas medis yang berfungsi lebih optimal. Namun, tantangan utama adalah biaya logistik tinggi dan pemeliharaan yang terbatas, yang memengaruhi keberlanjutan program.
Feed-in Tariff (FiT)
FiT adalah mekanisme yang memungkinkan individu dan perusahaan untuk menjual energi terbarukan ke jaringan listrik nasional. Dengan insentif tarif yang menarik, program ini telah berhasil menarik investasi senilai USD 2,5 miliar antara tahun 2010 hingga 2022. FiT memainkan peran penting dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga surya, biomassa, dan tenaga angin. Sebagai contoh, perusahaan energi lokal di Malaysia berhasil memasok 15% kebutuhan energi lokal melalui FiT pada tahun 2021. Namun, integrasi energi terbarukan ke dalam jaringan nasional tetap menjadi tantangan besar, memerlukan teknologi penyimpanan energi dan sistem smart grid.
Efisiensi Energi: Kemajuan dan Target
Malaysia telah membuat kemajuan signifikan dalam efisiensi energi, termasuk peningkatan efisiensi sebesar 24,5% sejak tahun 2005. Kebijakan Minimum Energy Performance Standards (MEPS) dan audit energi di sektor industri telah membantu mengurangi intensitas energi. Malaysia menetapkan target ambisius pengurangan intensitas energi sebesar 32% pada tahun 2026. Kebijakan ini tidak hanya mengurangi pemborosan energi tetapi juga mengurangi ketergantungan pada energi fosil, mempercepat transisi menuju energi bersih. Perbandingan dengan negara-negara ASEAN lain menunjukkan bahwa Malaysia berada di jalur yang lebih baik dibandingkan beberapa negara dalam efisiensi energi, termasuk Filipina dan Vietnam.
Tantangan dalam Transisi Energi
Ketergantungan pada Subsidi Energi
Subsidi energi di Malaysia sering kali menghambat pengembangan energi terbarukan. Harga listrik yang rendah akibat subsidi tidak mencerminkan biaya produksi yang sebenarnya, sehingga membatasi investasi dalam proyek energi terbarukan.
Akses Energi di Daerah Terpencil
Wilayah seperti Sabah dan Sarawak menghadapi tantangan geografis yang signifikan. Ketergantungan pada pembangkit listrik diesel yang mahal dan tidak ramah lingkungan menjadi hambatan untuk mencapai pemerataan akses energi. Dalam konteks ini, kolaborasi sektor publik dan swasta menjadi penting untuk mendukung program seperti SHS.
Integrasi Energi Terbarukan
Fluktuasi pasokan energi terbarukan seperti tenaga surya memerlukan teknologi penyimpanan energi yang lebih canggih untuk memastikan stabilitas jaringan listrik. Investasi dalam smart grid menjadi kunci untuk mengatasi tantangan ini.
Relevansi bagi Indonesia
Indonesia dapat mengambil pelajaran berharga dari pengalaman Malaysia. Sebagai negara dengan potensi energi terbarukan yang melimpah, Indonesia menghadapi tantangan serupa dalam meningkatkan bauran energi terbarukan dan mengurangi emisi karbon. Beberapa pembelajaran penting meliputi:
- Penerapan Mekanisme Insentif: Program seperti FiT di Malaysia dapat menjadi inspirasi untuk mendorong investasi dalam energi terbarukan di Indonesia. Dengan insentif yang tepat, sektor swasta dapat lebih berperan dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga surya dan biomassa.
- Pengembangan Akses Energi di Daerah Terpencil: Program SHS Malaysia menunjukkan pentingnya pendekatan berbasis komunitas untuk mengatasi kesenjangan akses listrik. Indonesia dapat mengadaptasi model ini untuk daerah-daerah terpencil di Papua dan Nusa Tenggara.
- Peningkatan Efisiensi Energi: Kebijakan MEPS dan audit energi di Malaysia dapat diterapkan di Indonesia untuk mengurangi pemborosan energi di sektor industri dan rumah tangga.
- Pendanaan Hijau dan Teknologi Smart Grid: Malaysia telah memanfaatkan pendanaan hijau internasional untuk mendukung proyek energi bersih. Indonesia dapat mengeksplorasi peluang serupa untuk membangun infrastruktur energi yang lebih berkelanjutan.
Kesimpulan
Malaysia telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam transisi energi melalui kebijakan strategis seperti SHS, FiT, dan efisiensi energi. Meskipun menghadapi tantangan, langkah-langkah yang telah diambil memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan yang signifikan. Bagi Indonesia, pengalaman Malaysia menawarkan wawasan berharga untuk mempercepat transisi energi, meningkatkan akses energi, dan mengurangi emisi karbon. Dengan adaptasi kebijakan yang sesuai, Indonesia dapat mewujudkan visi energi berkelanjutan yang mendukung pembangunan nasional dan komitmen global terhadap perubahan iklim. (*)

*Penulis adalah mahasiswa pascasarjana prodi teknik energi terbarukan Universitas Darma Persada