Energi Terbarukan Indonesia Capai 18,2% dari Konsumsi Listrik, Masih Tertinggal di Asia Pasifik

Energi Terbarukan Indonesia Capai 18,2% dari Konsumsi Listrik, Masih Tertinggal di Asia Pasifik
Di Indonesia, energi surya dan angin masih memiliki kontribusi yang sangat kecil, masing-masing hanya 1,0% dan 0,8% dari total listrik yang dihasilkan dari sumber energi terbarukan.

Terbarukan.com –– Energi terbarukan semakin menjadi pilar utama dalam upaya global untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Menurut laporan terbaru International Energy Agency (IEA), energi terbarukan di Indonesia mencapai 18,2% dari total konsumsi listrik nasional pada 2022, meningkat 14% sejak 2000.

Namun, angka ini masih tertinggal dibandingkan rata-rata Asia Pasifik yang mencapai 27%. Indonesia berada di peringkat ke-16 secara global, di bawah Malaysia (18,4%) dan Thailand (18,3%).

Hidro dan Panas Bumi Jadi Kontributor Utama Energi Terbarukan

Dari seluruh pembangkitan listrik berbasis energi terbarukan di Indonesia, hidro menyumbang 61% dan panas bumi 37,2%. Sementara itu, energi surya dan angin masih memiliki kontribusi yang sangat kecil, masing-masing hanya 1,0% dan 0,8% dari total listrik yang dihasilkan dari sumber energi terbarukan.

Potensi energi surya dan angin di Indonesia sebenarnya sangat besar, namun hingga kini pemanfaatannya masih tertinggal dibandingkan dengan energi hidro dan panas bumi yang lebih dulu berkembang. Seiring dengan semakin murahnya harga teknologi panel surya dan turbin angin, diharapkan kapasitas pembangkit listrik dari sumber ini dapat ditingkatkan.

Biofuel dan Limbah Berperan dalam Sektor Industri dan Transportasi

Selain pembangkitan listrik, energi terbarukan di Indonesia juga hadir dalam bentuk biofuel dan limbah energi, yang menjadi solusi bagi sektor industri dan transportasi dalam menurunkan emisi karbon.

Pada 2022, biofuel dan limbah menyumbang 11,5% dari total konsumsi energi final Indonesia. Industri menjadi sektor dengan konsumsi biofuel terbesar, mencapai 45% dari total konsumsi biofuel nasional, disusul oleh sektor transportasi sebesar 39%.

Indonesia adalah salah satu produsen biodiesel terbesar di dunia, yang menjadi bagian penting dalam strategi transisi energi nasional. Namun, tantangan terbesar dari biofuel adalah keberlanjutan bahan baku, terutama terkait dengan deforestasi akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit.

Baca juga:  10 Akuisisi Terbesar di Sektor Energi Tahun 2024: Perluasan, Digitalisasi, dan Teknologi Cerdas

Regulasi Energi Terbarukan Masih Kurang Kompetitif

Meskipun Indonesia telah menerapkan kebijakan energi terbarukan, laporan IEA menunjukkan bahwa regulasi dan insentif untuk sektor ini masih belum sebanding dengan negara lain. Saat ini, lebih dari 100 negara telah memiliki kebijakan khusus untuk energi surya dan angin, tetapi hanya 30 negara yang memiliki kebijakan spesifik untuk panas bumi dan biofuel, termasuk Indonesia.

Untuk meningkatkan peran energi terbarukan dalam bauran energi nasional, diperlukan beberapa langkah strategis seperti deregulasi dan percepatan perizinan proyek energi terbarukan, pemberian insentif investasi bagi pengembang proyek tenaga surya, angin, dan panas bumi, serta peningkatan infrastruktur jaringan listrik agar mampu menampung kapasitas energi terbarukan yang lebih besar.

Tantangan dan Peluang Transisi Energi di Indonesia

Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam transisi energi, terutama karena ketergantungan yang tinggi pada batu bara. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) masih mendominasi bauran energi nasional. Selain itu, investasi awal yang tinggi untuk proyek energi terbarukan sering kali menjadi penghambat utama bagi investor.

Namun, di sisi lain, peluang untuk mempercepat transisi energi semakin terbuka. Harga teknologi energi terbarukan, seperti panel surya dan baterai penyimpanan energi, terus mengalami penurunan, sehingga lebih kompetitif dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Investasi internasional dalam proyek energi bersih juga terus meningkat, terutama dari lembaga keuangan global yang mendukung dekarbonisasi.

Komitmen pemerintah dalam mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 menjadi dorongan utama dalam mempercepat pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Dengan strategi yang tepat, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam energi bersih di kawasan Asia Tenggara.

Kesimpulan

Meskipun terjadi peningkatan dalam pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia, kontribusinya dalam bauran energi nasional masih belum cukup untuk menggantikan dominasi batu bara dan minyak bumi. Untuk mempercepat transisi energi, diperlukan kebijakan yang lebih agresif, peningkatan insentif investasi, serta penguatan infrastruktur.

Baca juga:  Rumusan Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi: Unsada Perkuat Program Magister Energi Terbarukan

Dengan langkah yang tepat, Indonesia dapat mempercepat pengembangan energi terbarukan dan meningkatkan daya saingnya di tingkat global, menjadikannya sebagai salah satu negara dengan sistem energi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. (*)

(Dikutip dari IEA.org)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *