Energi Kaltim: Dari Janji ke Aksi atau Tetap di Atas Kertas?

Kalimantan Timur punya segalanya. Batu bara. Minyak dan gas. Listrik. Tapi, apakah energi di sini sudah dikelola dengan bijak?
RUED (Rencana Umum Energi Daerah) Kalimantan Timur sudah tertuang dalam Perda No. 8 Tahun 2019. Namun, munculnya Permen ESDM No. 3 Tahun 2025 tentang Konservasi Energi membuat kita harus bertanya lagi: Apakah strategi energi di Kaltim sudah cukup tajam? Atau masih tumpul dan perlu diasah lagi?
Konservasi energi bukan sekadar teori di atas kertas. Ini tentang efisiensi. Tentang daya saing. Tentang keberlanjutan. Jika tidak mulai sekarang, Kaltim hanya akan menjadi penjual bahan mentah tanpa ketahanan energi sendiri.
Lantas, bagaimana seharusnya Kaltim menyesuaikan RUED dengan kebijakan konservasi energi nasional?
Komitmen Gubernur Kaltim: Antara Janji dan Realisasi
Dalam debat kandidat calon gubernur Kalimantan Timur, Rabu, 23 Oktober 2024, pasangan Rudy Mas’ud – Seno Aji menekankan pentingnya diversifikasi ekonomi.
Menurut Rudy, Kalimantan Timur tidak bisa terus bergantung pada sektor pertambangan. Industri ini memang padat modal, tetapi minim dalam menciptakan lapangan kerja.
Karena itu, pemerintah harus mendorong sektor padat karya seperti perkebunan, pertanian, peternakan, dan manufaktur. Selain itu, pasangan ini juga menawarkan program ekonomi biru dan hijau.
Langkah ini fokus pada pengembangan wilayah pesisir dan pemanfaatan energi baru terbarukan. Tujuannya? Menciptakan lapangan kerja baru sekaligus menjaga keseimbangan lingkungan.
“Bagaimana kita memanfaatkan energi daripada energi biru kita, ekonomi hijau kita? Kebun sawit kita masih banyak yang belum bermanfaat secara maksimal. Masih banyak HGU (Hak Guna Usaha) yang tidak berfungsi dengan baik, ini yang mesti kita tangani dengan baik,” ujar Rudy Mas’ud.
Tapi pertanyaannya: Sejauh mana komitmen ini bisa diwujudkan?
Apakah energi hijau hanya sekadar janji kampanye? Ataukah benar-benar akan dijadikan prioritas dalam kebijakan energi daerah?
RUED Kaltim vs. Permen ESDM No. 3/2025: Sejalan atau Masih Terpisah Jalan?
Konservasi Energi: Dari Wacana ke Kenyataan
Permen ESDM No. 3/2025 menjadikan konservasi energi sebagai kewajiban daerah. Ini bukan sekadar program tambahan. Pemerintah harus turun tangan.
Audit energi harus dilakukan. Manajer energi harus ditunjuk. Kebijakan efisiensi energi harus dibuat dengan jelas dan terukur.
Tapi apa yang terjadi? RUED Kalimantan Timur memang sudah memasukkan konservasi energi dalam kebijakan.
Tapi masih setengah hati. Targetnya samar. Indikatornya tidak jelas. Insentifnya? Tidak ada.
Kalau memang ingin serius, Kaltim harus berani menetapkan angka yang jelas.
Konsumsi listrik di fasilitas pemerintah bisa dikurangi hingga 20% dalam lima tahun. Industri yang menerapkan efisiensi energi harus diberi insentif.
Jika tidak? RUED hanya akan menjadi laporan tahunan. Dibaca. Dicoret. Lalu dilupakan.
Infrastruktur Publik: Hemat Energi atau Boros Anggaran?
Salah satu mandat dalam Permen ESDM No. 3/2025 adalah efisiensi energi di gedung dan fasilitas pemerintah.
Tapi, realitanya?
Gedung-gedung pemerintahan di Kaltim masih boros energi. Lampu neon menyala siang dan malam. AC dibiarkan bekerja tanpa henti. Sistem listriknya? Masih jadul.
Audit energi harus dilakukan segera. Penerangan jalan umum (PJU) harus beralih ke LED hemat energi. Kantor-kantor pemerintah harus mulai menerapkan smart building system.
Jika tidak? Kaltim akan terus menyumbang tagihan listrik yang membengkak. Ironisnya, itu terjadi di provinsi penghasil energi.
Energi Terbarukan: Sekadar Target atau Komitmen Nyata?
RUED Kalimantan Timur menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 12,39% pada 2025 dan 28,72% pada 2050.
Ambisius? Ya. Tapi apakah realistis?
Di atas kertas, target ini mungkin bisa dicapai. Tapi di lapangan? Investasi di sektor energi terbarukan masih minim.
Pembangkit listrik tenaga surya? Belum berkembang. Biomassa? Masih sebatas proyek uji coba. Mini hidro? Baru sebatas kajian akademis.
Jika Kaltim ingin lebih maju, setiap gedung pemerintah harus menggunakan panel surya minimal 30% dari kebutuhan listriknya.
Insentif pajak harus diberikan kepada industri yang memasang sistem efisiensi energi. Pembiayaan hijau harus segera digarap, menggandeng perbankan dan investor.
Jika tidak? Target ini hanya akan menjadi hiasan di dokumen pemerintah. Indah dipandang, tapi tak pernah terwujud.
Transportasi: Dari Kendaraan Boros ke Kendaraan Listrik
Kaltim adalah provinsi energi. Tapi kendaraan dinasnya? Masih boros BBM.
Kendaraan listrik bukan sekadar tren global. Ia adalah jalan keluar dari ketergantungan pada energi fosil.
Permen ESDM No. 3/2025 sudah mengarah ke sana. Tapi apakah Kaltim sudah memulainya?
Pemerintah harus mulai mengonversi kendaraan dinas ke listrik. Stasiun pengisian listrik (EV Charging Station) harus dibangun di kantor pemerintahan dan fasilitas publik.
Jika tidak? Kaltim akan tertinggal dalam revolusi transportasi.
Kesimpulan: Kaltim Bisa Jadi Contoh atau Hanya Penonton?
Kalimantan Timur punya semua yang dibutuhkan untuk menjadi provinsi pelopor energi hijau.
Tapi apakah bisa?
Audit energi harus dilakukan. Gedung pemerintahan harus mulai hemat energi. Transportasi harus mulai beralih ke listrik. Investasi energi terbarukan harus digencarkan.
Jika ini dilakukan, Kaltim bisa menjadi contoh nasional dalam konservasi energi.
Tapi kalau tidak?
Kaltim akan terus dikenal sebagai provinsi kaya energi yang justru boros energi.
Pilihannya hanya dua. Bertindak sekarang atau tertinggal selamanya.
*) Penulis adalah mahasiswa pascasarjana prodi Teknik Energi Terbarukan Universitas Darma Persada.